Banyuwangi: Pemerintah Kabupaten Banyuwangi membatasi aktivitas pertambangan emas tradisional yang beroperasi di Petak 78 dan Petak 79 kawasan hutan, Kecamatan Pesanggaran, Banyuwangi, Jawa Timur. Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas, mengatakan, hanya warga Banyuwangi yang boleh menambang di lokasi itu.
"Orang luar tidak boleh masuk," kata Azwar Anas kepada wartawan, 9 November 2012.
Menurut Anas, pembatasan ini supaya wilayah pertambangan tradisional tidak semakin meluas. Sebelumnya, kata dia, banyak penambang dari luar daerah yang ikut mendulang emas. "Cukong-cukong emas juga banyak dari luar daerah. Mereka memberi modal kepada penambang lokal," kata dia.
Saat ini ada sekitar seribu orang yang menambang secara tradisional di kawasan hutan jati. Mereka bekerja secara kelompok antara 5-10 orang di dalam tenda terpal. Mereka menggali lubang puluhan meter di dalam tanah. Luas lahan dibatasi 2,5 hektare.
Hutan yang dijarah penambang tradisional itu masuk sebagai konsesi eksplorasi milik perusahaan tambang PT Indo Multi Niaga yang beroperasi sejak 2007.
Pada 2009 lebih dari tiga ribu orang masuk ke hutan jati ini. Selain dari warga sekitar, penambang tradisional banyak berdatangan dari Sumbawa, Kalimantan, dan Sulawesi.
Menurut Bupati Anas, bila PT Indo Multi Niaga (PT IMN) sudah eksploitasi, maka pengelolaan pertambangan tradisional berada di bawah PT IMN. "Perusahaan harus mau memberi modal pada penambang tradisional," katanya.
Humas Perhutani Banyuwangi Selatan, Sutiawan, mengatakan, aktivitas pertambangan tradisional tersebut ilegal. Akibat aktivitas itu, kata dia, seluas 2,5 hektare lahan hutan rusak. "Seharusnya mereka tidak boleh beroperasi, tapi kami serahkan bagaimana kebijakan pemda," kata dia.
Seorang penambang tradisional, Gofur, 40 tahun, meminta Pemerintah Banyuwangi untuk melegalkan aktivitas mereka. Sebab, adanya pertambangan tersebut telah memberikan lapangan kerja buat warga sekitar. "Lebih baik kami dilegalkan saja," kata dia.
Menurut Gofur, dia telah mencari emas sejak 2010 lalu dan berhasil mendapatkan 1,7 kilogram emas.
"Orang luar tidak boleh masuk," kata Azwar Anas kepada wartawan, 9 November 2012.
Menurut Anas, pembatasan ini supaya wilayah pertambangan tradisional tidak semakin meluas. Sebelumnya, kata dia, banyak penambang dari luar daerah yang ikut mendulang emas. "Cukong-cukong emas juga banyak dari luar daerah. Mereka memberi modal kepada penambang lokal," kata dia.
Saat ini ada sekitar seribu orang yang menambang secara tradisional di kawasan hutan jati. Mereka bekerja secara kelompok antara 5-10 orang di dalam tenda terpal. Mereka menggali lubang puluhan meter di dalam tanah. Luas lahan dibatasi 2,5 hektare.
Hutan yang dijarah penambang tradisional itu masuk sebagai konsesi eksplorasi milik perusahaan tambang PT Indo Multi Niaga yang beroperasi sejak 2007.
Pada 2009 lebih dari tiga ribu orang masuk ke hutan jati ini. Selain dari warga sekitar, penambang tradisional banyak berdatangan dari Sumbawa, Kalimantan, dan Sulawesi.
Menurut Bupati Anas, bila PT Indo Multi Niaga (PT IMN) sudah eksploitasi, maka pengelolaan pertambangan tradisional berada di bawah PT IMN. "Perusahaan harus mau memberi modal pada penambang tradisional," katanya.
Humas Perhutani Banyuwangi Selatan, Sutiawan, mengatakan, aktivitas pertambangan tradisional tersebut ilegal. Akibat aktivitas itu, kata dia, seluas 2,5 hektare lahan hutan rusak. "Seharusnya mereka tidak boleh beroperasi, tapi kami serahkan bagaimana kebijakan pemda," kata dia.
Seorang penambang tradisional, Gofur, 40 tahun, meminta Pemerintah Banyuwangi untuk melegalkan aktivitas mereka. Sebab, adanya pertambangan tersebut telah memberikan lapangan kerja buat warga sekitar. "Lebih baik kami dilegalkan saja," kata dia.
Menurut Gofur, dia telah mencari emas sejak 2010 lalu dan berhasil mendapatkan 1,7 kilogram emas.